Do what you love and love what you do. Begitu kutipan di salah satu buku yang pernah saya baca, lakukan apa yang kamu cintai dan cintai apa yang kamu lakukan.
Tapi siapa yang mampu menjamin seberapa
lama kecintaan mu terhadap sesuatu itu bertahan ? seberapa lama
kesenangan tetap akan menjadi kesenangan ? lalu bagaimana jika kesenangan
itu telah berganti menjadi kesenangan yang lain ? bagaimana menjalani
kesenangan jika sudah tidak sepenuhnya lagi senang ? haruskah begitu saja
ditinggalkan ? lalu siapa yang patut dipersalahkan ? diri sendiri kah ?
Sekelebat, tumpukan pertanyaan ini seperti
butiran hujan yang jatuh satu-satu tanpa permisi. Jatuh, tepat disaat keadaan
benar-benar mengharuskan saya untuk bertahan, tepat disaat saya benar-benar
tidak punya alasan lain untuk mundur, apalagi hanya karena alasan "sudah
tidak senang". Konyol sekali memang, mempermasalahkan kesenangan, hal
paling mendasar yang seharusnya tidak perlu menjadi permasalahan. Tapi saya
bisa apa ? saya perlu merasakan sepenuhnya kesenangan untuk bisa bekerja secara
maksimal, perlu melibatkan sepenuhnya rasa senang untuk memperoleh hasil yang
sempurna.
Tapi ketidaksenangan datang begitu saja
entah bagaimana, pun kalau bisa memilih, jelas saya akan memilih untuk memiliki
kesenangan yang sama, dengan takaran rasa senang yang tetap sama seperti diawal, tidak pernah berkurang sedikitpun.
Lalu haruskah begitu saja ditinggalkan ? tentu tidak, ada yang namanya kewajiban.
Sesuatu yang jika kau tinggalkan juga akan meninggalkan keganjalan dalam
hidupmu, yang jika kau tinggalkan, maka akan meninggalkan ketidaksenangan yang
jauh lebih besar dibandingkan ketidaksenangan yang menjadi alasan sebelumnya.
Ada yang namanya komitmen, ada yang namanya tanggungjawab. Semuanya sebagai
penyeimbang, sebagai pengingat ketika kau lupa bahwa kau pernah mencintai
sesuatu dan berjanji untuk menyelesaikan apa yang kau mulai.
Maka, jika saya harus memilih antara kesenangan dan kewajiban, tentu saya akan memilih kewajiban. Sebanyak apapun batu sandungan yang harus dilalui, pada akhirnya tidak ada pilihan lain selain bangkit untuk kembali memulai, karena akan menjadi dosa ketika ditinggalkan, meninggalkan kewajiban. Lalu, yang kau perlu hanya perlahan-lahan mencoba kembali menemukan kesenangan didalamnya.
Maka, jika saya harus memilih antara kesenangan dan kewajiban, tentu saya akan memilih kewajiban. Sebanyak apapun batu sandungan yang harus dilalui, pada akhirnya tidak ada pilihan lain selain bangkit untuk kembali memulai, karena akan menjadi dosa ketika ditinggalkan, meninggalkan kewajiban. Lalu, yang kau perlu hanya perlahan-lahan mencoba kembali menemukan kesenangan didalamnya.
Semoga menjalankan kewajiban tetap selalu
menjadi kesenangan :')