Sumber daya
manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam pembangunan negara dan
bangsa. SDM yang diharapkan adalah SDM mampu bersaing dalam percaturan global
dalam kualitas dan ketrampilan standar dunia kerja. Demikian pula SDM bidang
kesehatan, diharapkan dapat berperan besar dalam pembangunan kesehatan dan
mengangkat harkat dan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDM Kes) merupakan faktor
penting dalam pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu. Oleh karena itu,
pengembangan SDM Kesehatan merupakan faktor kunci dalam pencapaian tujuan
Millenium Development Goals (MDG’s) dan peningkatan status kesehatan masyarakat.
Berdasarkan World Health
Organization (WHO),
SDM kesehatan adalah semua orang yang kegiatan pokoknya ditujukan untuk
meningkatkan kesehatan. Mereka terdiri dari orang-orang yang memberikan pelayanan kesehatan seperti
dokter, perawat, apoteker, teknisi laboratorium,manajemen serta tenaga
pendukung seperti bagian keuangan, sopir dan lain sebagainya. Secara kasar, WHO
memperkirakan terdapat 59.8 juta tenaga kesehatan di dunia dan dari jumlah
tersebut diperkirakan dua pertiga (39.5 juta) dari jumlah keseluruhan
tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan dan sepertiganya (19.8
juta) merupaakan tenaga pendukung dan managemen (WHO 2006).
Peningkatan Derajat Kesehatan di Negara Berkembang dan Negara Maju
Di zaman yang semakin maju
seperti sekarang ini maka cara pandang kita terhadap kesehatan juga mengalami
perubahan. Dahulu kita mempergunakan paradigma sakit yakni kesehatan hanya
dipandang sebagai upaya menyembuhkan orang yang sakit dimana terjalin hubungan
dokter dengan pasien (dokter dan pasien). Namun sekarang konsep yang dipakai
adalah paradigma sehat, dimana upaya kesehatan dipandang sebagai suatu tindakan
untuk menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan individu ataupun masyarakat
(SKM dan masyarakat). Dengan demikian konsep paradigma sehat H.L. Blum
memandang pola hidup sehat seseorang secara holistik dan komprehensif. Peranan
Sarjana Kesehatan Masyarakat dalam hal ini memegang kendali dominan
dibandingkan peranan dokter. Sebab hubungan dokter dengan pasien hanya sebatas
individu dengan individu tidak secara langsung menyentuh masyarakat luas.
Ditambah lagi kompetensi dalam memanagement program lebih dikuasai lulusan SKM
sehingga dalam perkembangannya SKM menjadi ujung tombak program kesehatan di
negara-negara maju.
Untuk negara berkembang seperti
Indonesia justru, paradigma sakit yang digunakan. Dimana kebijakan pemerintah
berorientasi pada penyembuhan pasien sehingga terlihat jelas peranan dokter,
perawat dan bidan sebagai tenaga medis dan paramedis mendominasi. Padahal upaya
semacam itu sudah lama ditinggalkan karena secara financial justru merugikan
Negara. Anggaran APBN untuk pendanaan kesehatan di Indonesia semakin tinggi dan
sebagian besar digunakan untuk upaya pengobatan seperti pembelian obat, sarana
kesehatan dan pembangunan gedung. Seharusnya untuk meningkatan derajat
kesehatan kita harus menaruh perhatian besar pada akar masalahnya dan
selanjutnya melakukan upaya pencegahannya. Untuk itulah maka upaya kesehatan
harus fokus pada upaya preventif (pencegahan) bukannya curative
(pengobatan).Namun yang terjadi anggaran untuk meningkatkan derajat kesehatan
melalui program promosi dan preventif dikurangi secara signifikan. Akibat yang
ditimbulkan adalah banyaknya masyarakat yang kekurangan gizi, biaya obat untuk
puskesmas meningkat, pencemaran lingkungan tidak terkendali dan korupsi
penggunaan askeskin. Dampak sampingan yang terjadi tersebut dapat timbul karena
kebijakan kita yang keliru.
Seperti yang kita ketahui bahwa semua negara di dunia menggunakan konsep Blum dalam menjaga
kesehatan warga negaranya. Untuk Negara maju saat ini sudah fokus pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sehingga asupan makanan anak-anak
mereka begitu dijaga dari segi gizi sehingga akan melahirkan keturunan yang
berbobot. Kondisi yang berseberangan dialami Indonesiasebagai Negara agraris,
segala regulasi pemerintah tentang kesehatan malah fokus pada penanggulangan
kekurangan gizi masyarakatnya. Bahkan dilematisnya banyak masyarakat kota yang
mengalami kekurangan gizi. Padahal dari hasil penelitian membuktikan wilayah
Indonesia potensial sebagai lahan pangan dan perternakan karena wilayahnya yang
luas dengan topografi yang mendukung.Ada apa dengan pemerintah?. Satu jawaban
yang pasti seringkali dalam analisis kesehatan pemerintah
kurang mempertimbangkan pendapat ahli kesehatan masyarakat (public health)
sehingga kebijakan yang dibuat cuma dari sudut pandang kejadian sehat-sakit.
Hal inilah yang menyebabkan dalam pasar tenaga kerja di dalam negeri, SDM
bidang kesehatan masih belum mencukupi dalam upaya pelayanan kesehatan pada
seluruh pelosok negeri. SDM bidang kesehatan seperti dokter, bidan dan perawat
relatif sudah menyebar, namun SDM tenaga kesehatan seperti epidemiolog,
nutrisionist dan tenaga profesi kesehatan masyarakat lainnya belum terdistribusi
secara memadai. Bila tenaga kesehatan seperti dokter, bidan dan perawat
berfungsi dalam pelayanan kesehatan bersifat kuratif, maka SDM tenaga profesi
kesehatan masyarakat bersifat promotif-preventif.
SDM Bidang Kesehatan di Mancanegara
Problem
SDM Kesehatan di Indonesia saat ini adalah jumlah yang tidak memadai dan
distribusi yang tidak merata. Hal ini berdampak terhadap kualitas dan
aksesbilitas layanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Kebutuhan
mendesak tenaga kesehatan terutama sangat dirasakan oleh daerah terpencil dan
tertinggal yang jauh dari pusat kota.
Guna meningkatkan aksesibilitas dan kualitas
layanan kesehatan, pemerintah dituntut untuk menyediakan tenaga kesehatan,
terutama di daerah terpencil, tertinggal dan wilayah perbatasan (dacilgaltas).
Dari 364 puskesmas di daerah dacilgaltas yang tersebar di 64 kabupaten pada 17
provinsi, ada 184 buah puskemas (51 persen) belum memiliki tenaga kesehatan
(dokter). Didaerah terpencil, layanan kesehatan kerap dirangkap oleh perawat
dan bidan desa untuk tugas medis yang seyogyanya dilakukan oleh seorang dokter,
seperti pemberian obat-obatan kepada pasien.
Data Departemen
Kesehatan (Depkes) 2006, jumlah tenaga medis (dokter spesialis, umum dan gigi)
tercatat 68.227 orang, bidan 79.152 orang dan perawat 316.306 orang. Target
hingga tahun 2010 jumlah kebutuhan SDM tenaga dokter adalah 117.969 orang,
bidan 176.954 orang, tenaga keperawatan 587.487 orang, tenaga kesehatan
masyarakat 42.649 orang, dan tenaga gizi 42.469 orang. Tenaga kerja
perawat adalah salah satu SDM Indonesia yang mulai mampu bersaing di pasar
tenaga kerja global. Media di Jepang pada hari Jumat 25 Maret 2011 sebagaimana
dilaporkan Tori Minamiyana, pewarta warga Kompasiana memberitakan bahwa
Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang mengumumkan
kelulusan 15 orang perawat asal Indonesia yang telah sukses menempuh Ujian
Nasional Keperawatan Jepang yang diselenggarakan pada pada tanggal 20 Februari
2011 yang lalu dan diikuti oleh 250 perawat Indonesia yang bekerja di Jepang
dalam kerangka perjanjian ekonomi Indonesia - Jepang (IJEPA), baik dari Gelombang
I dan II. Pada ujian keperawatan tahun 2010 lalu, hanya 2 perawat asal
Indonesia yang lulus ujian. Mereka adalah peserta program kerjasama Indonesia -
Jepang, dalam rangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi (EPA). Program ini didasari
kepentingan kedua Negara, yaitu dari pihak Jepang memang kekurangan tenaga
perawat dan pengasuh lanjut usia karena menurunnya populasi dan semakin
banyaknya para lansia, sedangkan dari pihak Indonesia karena tersedianya banyak
tenaga kerja yang bisa memenuhi kebutuhan itu dan perlunya memberi pengalaman
para perawat Indonesia meningkatkan kemampuannya di negara matahari terbit
tersebut.
Salah satu
program kesehatan dunia yang saat ini telah menjadi topic global bahkan telah
banyak diterapkan pada Negara-negara maju yaitu e-health yakni sebuah sistem yang
mengintegrasikan database kesehatan seseorang dalam sebuah kartu, dan dengan
kartu ini diharapkan pasien akan semakin mudah dan cepat dalam mendapatkan
akses layanan kesehatan. Rencananya sistem layanan e-Health tersebut akan dimulai
tahun 2016, pada saat sistem e-KTP generasi pertama selesai.. Penerapan e-health sendiri ditandai dengan SDM
kesehatan yang memiliki nilai kompetitif. Namun, untuk yang satu ini, Indonesia
memang agak ketinggalan dengan negara lain, sistem layanan digitalisasi
data riwayat kesehatan pasien, e-Health memang belum bisa diterapkan dalam
waktu dekat. Hal itu disebabkan sumber daya manusia (SDM) industri
kesehatan yang ada belum menguasai teknologi secara keseluruhan. Beberapa yang harus dikuasai
sebelum e-Health ini diterapkan adalah masalah informasi dan teknologi (IT).
Hingga saat ini tidak semua rumah sakit hingga puskesmas memiliki infrastruktur
IT memadai. Padahal, untuk menerapkan sistem layanan e-Health
tersebut dibutuhkan infrastruktur IT yang cukup, koneksi dan integrasi antara
pihak rumah sakit hingga masalah kecepatan akses bandwidth internet. Sebenarnya
buta IT ini juga tidak dialami oleh pihak rumah sakit saja. Para dokter yang
bekerja di rumah sakit tersebut juga harus menguasai IT.
Contohnya saja, dokter sampai saat ini masih
menulis resep dengan tulisan tangan. Padahal apoteker bisa salah persepsi dalam
membaca tulisan tangan dokter. Padahal
dengan sistem e-Health tersebut semua akan digital, menulis resep juga digital.
Tentunya akan memudahkan apoteker dalam membaca. Di Negara lain seperti
Amerika Serikat,Jerman atau Australia, e-health sudah diimplementasikan dan
terus berkembang. Bahkan di Eropa, e-health sudah mulai dikembangkan sejak
tahun 1989. Untuk itu dengan e-Health tersebut, diharapkan agar Indonesia
memiliki data riwayat kesehatan masing-masing penduduknya. Dengan adanya sistem
layanan kesehatan yang bagus, termasuk data riwayat penyakit, akses layanan
kesehatan yang mudah dan murah, maka masyarakat juga tidak perlu ke luar daerah
atau ke luar negeri untuk berobat.
Solusi Permasalahan SDM Kesehatan
1. Unsur Pendidikan
Upaya
pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang menjadi salah satu alternatif
peningkatan kualitas masyarakat Indonesia harus diselaraskan dengan program-program
pembangunan lainnya, sehingga dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan. Hanya
dengan keterpaduan tersebut sumber daya manusia dapat didayagunakan sebagai
modal dari pembangunan. Keterpaduan ini mencakup bidang kesehatan, gizi,
pendidikan dan latihan serta penyediaan lapangan kerja. Dengan demikian usaha
peningkatan kualitas penduduk dapat dilakukan melalui tiga jalur strategik
sasaran, yaitu : a).Usaha perbaikan gizi dan kesehatan masyarakat. b).
Peningkatan pendidikan dalam arti luas, serta, c).Meningkatkan partisipasi
penduduk dalam pekerjaan (labor participation ratio) dan mengurangi tingkat
ketergantungan penduduk non produktif (dependency ratio).
2. Unsur Kesehatan
Peningkatan
kualitas fisik penduduk sangat erat hubungannya dengan pembangunan dibidang
kesehatan yang ditujukan untuk mencapai kemampuan hidup sehat sehingga tercapai
suatu derajat kesehatan yang optimal. Dengan tingkat kesehatan dan kecukupan
gizi yang baik, bisa diharapkan kualitas penduduk, khususnya kualitas fisik penduduk,
dapat ditingkatkan.
3. Unsur Kebijakan Tenaga Kerja
Dari
sisi penawaran sudah barang tentu diperlukan program investasi yang bertujuan
untuk menyiapkan tenaga kerja pada bidang-bidang yang diperlukan, dalam hal ini
termasuk pada program pendidikan dan pelatihan, penempatan tenaga, latihan
kerja (magang) dan program informasi bursa kerja. Program ini pada dasarnya
diarahkan pada upaya menumbuhkan dan membina iklim yang menunjang usaha meningkatkan
kesempatan kerja bukan hanya didalam negeri tapi juga diluar negeri.
Daftar Pustaka
"Health Is Not Everything, But Without Health, Everything Is Nothing "